Jumat, 10 Desember 2010

Islam Agamaku, Jilbab Identitasku

Jacques Chirac bikin ulah. Pasalnya, doi merestui lahirnya undang-undang larangan penggu-naan simbol-simbol keagamaan di sekolah negeri atau sarana umum dalam pidatonya pada tanggal 17 Desember 2003. Walhasil, kerudung dan jilbab, topi bundar khas Yahudi (yarmelke), dan tanda salib besar nggak boleh beredar di negeri sekular dengan jumlah penduduk muslim sekitar 5 juta orang ini.

Malah doi mengatakan secara khusus kalo penggunaan jilbab merupakan bentuk agresi. “Mengenakan kerudung, apakah disengaja atau tidak, adalah merupakan jenis agresi yang sulit bagi kami untuk menerimanya,” cetus Chirac ketika berlangsung pertemuan dengan para mahasiswa di Pierre Mendes France School di ibukota Tunisia Sabtu (6/12/2003). ( Eramus-lim.com, 08/12/2003 )

Nggak heran kalo protes terhadap kebijakan Perancis ini mengalir deras bak air bah dari berbagai belahan dunia; mulai dari London, Paris, Lebanon, sampai Indonesia.

Cuma masalahnya, apa iya jilbab itu cuma simbol doang seperti penilaian mereka? Atau ada udang di balik bakwan atas pelarangan resmi penggunaan jilbab yang lagi rame ini?

Benih kebencian kaum kufar

Sobat muda muslim, tindakan diskrimi-nasi kaum kufar terhadap kaum Muslim sudah sering terjadi. Kali ini kasus pelarangan jilbab di beberapa negara sekular kembali menghiasi media massa. Meski banyak menuai protes, Perancis tetep keukeuh mengatakan negaranya kudu bebas dari simbol keagamaan macam jilbab. Padahal katanya mereka menjunjung tinggi kebebasan menjalankan ajaran agama bagi para pemeluknya. Weh, ini mah sama aja menjilat ludah sendiri. Iih..jijay deh.

Tapi sayang, mereka antimalu. Itu sebabnya, pola standar ganda diberlakukan untuk mendiskriminasikan dan menjauhkan kaum Muslim dari ajaran Islam. Persis aturan kakak kelas pada saat OSPEK siswa baru. Pasal 1: Kakak kelas selalu benar. Pasal 2: jika kakak kelas berbuat kesalahan, lihatlah pasal 1!

Untuk kasus jilbab, orang-orang kafir sampe bela-belain pake wewenang negara untuk melegalisasi larangan penggunaan jilbab. Seperti halnya Perancis, Presiden Jerman, Johannes Rau juga melarang guru Muslimah mengenakan jilbab saat mengajar (jangan-jangan mereka kebingungan juga bedain kerudung ama jilbab?). Oke deh, kita sebut saja pakaian muslimah.

Di Belgia, Menteri Dalam Negeri Patrick Dewael menegaskan keinginannya untuk melarang kerudung dan jilbab serta simbol-simbol agama lainnya tampil di sekolah dan institusi-institusi milik pemerintah sebagai-mana hal itu diterapkan Perancis. ( Eramus-lim.com , 12/01/2004).

Di Australia, salah seorang anggota parleman dari Partai Demokratik Kristen, Reverend Fred Nile mengusulkan pelarangan terhadap pemakaian penutup aurat dan jilbab bagi warga muslim di Aus-tralia, khususnya di New South Wales (21/11/2002) silam. Menurutnya, dengan pakaian itu bisa dimungkin-kan sebagai kedok para teroris menyimpan bahan peledak atau bom. ( Hidaya-tullah.com , 22/11/2002). Ini namanya paranoid atuh euy!

Sementara di Singa-pura, PM Lee Hsien Loon —anak dari Lee Kuan Yew, pendiri Singapura Modern— mengatakan dalam harian Berita Harian Malay, edisi 1 Desember 2003, bahwa pelarangan memakai jilbab termasuk dalam upaya perukunan dan penyempur-naan kehidupan masyarakat di Singapura. ( Eramus-lim.com, 09/12/2003 ).

Nggak cukup dengan kekuatan negara, pihak sekolah pun bikin larangan serupa. Seper-ti yang terjadi pada Lila dan Alma Levy yang diusir dari sekolah Henri Wallon yang berlokasi di daerah pinggiran utara Aubervilliers, Paris. Kebijakan itu diambil pihak sekolah dengan alasan kedua siswi berjilbab itu mengenakan pakaian “yang memamerkan ekstrimitas agama”. Muslimah itu bisa masuk mengikuti pelajaran di kelasnya, jika mereka mencopot hijabnya. ( Eramuslim.com , 26/09/2003).

Sobat muda muslim, dari paparan fakta di atas, tentu kita sependapat dan tidak ragu dengan kebenaran filman Allah:

“Tidak akan pernah ridha kepada engkau kaum Yahudi dan Nashrani hingga engkau mengikuti golongan (millah) mereka.” (QS al-Baqarah [2]: 120).

Jilbab bukan semata simbol keagamaan

Jacques Chirac boleh aja menganggap topi bundar Yahudi, atau tanda Salib sebagai simbol keagamaan yang bisa aja sembarangan dilepas. Tapi jilbab, nggak lah yauw!

Dalam al-quran surat an-Nûr [24]: 31 dan Surat al-Ahzab [33]: 59 Allah telah memerin-tahkan dengan tegas, bahwa muslimah yang sudah aqil baligh (berakal sehat alias nggak gila dan sudah menstruasi) untuk mengenakan jilbab jika keluar rumah. Kewa-jibannya sama dengan perintah shalat lima waktu. Itu artinya, kalo nggak dikerjain, ya dosa. Sumpe lo!

Kewajiban ini juga dikuatkan oleh penuturan Ummu ‘Athiyah : ”Rasulu-llah saw telah memerin-tahkan kepada kami untuk keluar (menuju lapangan) pada saat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha; baik wanita tua, yang sedang haid, maupun perawan. Wanita yang sedang haid menjauh dari kerumunan orang yang shalat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan seruan yang ditujukan kepada kaum Muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah saw, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab. “Beliau kemudian bersabda, “Hendaklah salah seorang saudaranya meminjamkan jilbabnya.”

Dari hadits ini ada 2 point pemahaman yang bisa diambil. Pertama , semua muslimah disunnahkan untuk menghadiri sholat Idhul Adha, tapi harus memakai jilbab. Ditegaskan bahwa jika ada yang tidak memiliki jilbab, maka temannya harus meminjamkannya. Berarti jilbab itu wajib dipakai ketika keluar rumah.

Kedua , hadits di atas menyiratkan tentang jilbab adalah pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian kesehariannya (yang biasa digunakan di dalam rumah). Karena ketika Ummu ‘Athiyah bertanya tentang seseorang yang tidak memiliki jilbab, tentu wanita tersebut bukan dalam keadaan telanjang, melainkan dalam keadaan memakai pakaian yang biasa dipakai di dalam rumah yang tidak boleh dipakai untuk keluar rumah. Dan wanita yang tidak mempunyai jilbab harus meminjam kepada saudaranya. Jika saudaranya tidak bisa meminjamkannya, maka yang bersangkutan tidak boleh keluar rumah.

Dari uraian hadits di atas, kita bisa simpulkan kalo jilbab itu bukan cuma simbol, melainkan kewajiban. Jadi nggak ada yang bisa nyuruh ngelepasin kalo lagi di luar rumah. Walaupun dilegalisasi UU Negara atau peraturan sekolah. Karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah. Setuju kan? Siip dah!

Melengkapi pengertian khimar dan jilbab

BTW, udah pada tahu kan seperti apa khimar dan jilbab yang syar'i itu? Bukannya kita meragukan, cuma kita takut masih ada yang keliru memahaminya. Soalnya ada yang memahami busana muslimah untuk di luar rumah itu asal menutup aurat. Pake kerudung yang dipadukan tangtop, kaos panjang plus celana jeans ketat. Kayak gitu mah pantasnya cuma di depan suami euy. Hehehe...

Ada juga yang memadukan kerudungnya dengan baju atas panjang nan longgar, dan bagian bawah berupa rok panjang atau celana panjang longgar yang biasa disebut kulot. Kita nggak menyalahkan, cuma ada baiknya kita sama-sama mencari tahu definisi jilbab itu secara syar'i. Oke?

Dalam kitab al-Mu'jam al-Wasith halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “ Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal mil-hafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian (rumah), seperti milhafah /baju terusan), atau “ al-Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

Dari keterangan hadits yang diriwayatkan Ummu ‘Athiyah dan pengertian dalam kamus al-Mu'jam , ternyata yang maksud jilbab adalah kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah-mula`ah ) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Selain itu, jilbab juga harus terbuat dari kain yang tidak transparan dan tidak menampakkan lekuk tubuh.

Adapun khimar , syariat telah mewajibkan kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan 3 lubang baju di dada. Semoga pengertian ini bisa menambah wawasan biar nggak misspersepsi . Maksud hati menutup aurat, ternyata belum sempurna. Sayang kan?

Tunjukkin identitas kita!

Bener sobat, kita kudu berani tunjukkin identitas kita sebagai muslim dan muslimah. Ngikutin aturan Allah dalam setiap perbuatan maupun omongan yang keluar dari mulut kita. Nggak usah ragu bin malu. Kita kudu takut ama Allah dalam menjalankan perintah manusia, jangan ngeper ama manusia dalam menjalankan perintah-Nya. Oke?

Tata cara berpakaian seseorang menjadi salah satu identitas yang paling gampang diliat. Untuk yang satu ini, udah pasti seorang muslimah akan selalu menjaga kehormatannya dengan balutan busana yang menutup aurat nan sempurna. Di tengah hantaman badai trend fashion yang serba terbuka, full fresh body dan irit bahan, dia tetep PD mengenakan khimar dan jilbab di tempat-tempat umum seperti di sekolah, kampus, pasar, kantor, pabrik, di jalanan, de el el.

Cemoohan, kata-kata sinis, atau pelecehan sering menghampiri sodari kita hanya karena mereka berjilbab. Bahkan sampai diskriminasi berkedok undang-undang negara dan peraturan sekolah. Nggak sedikit sodari kita yang tetep istiqomah harus mengalami PHK dari tempatnya bekerja, skorsing, termasuk pengusiran oleh pihak sekolah.

Tapi jangan takut, Allah akan membayar mahal untuk keisti-qomahan mereka dan setiap muslimah yang mengikuti jejaknya. Sabda Nabi saw.: “Sesung-guhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,'Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka ?” Rasululah saw. menjawab,”Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” ( HR Abu Dawud, dengan sanad hasan )

Sobat muda muslim, mari kita sama-sama mengokohkan keistiqomahan kita dengan aturan Allah. Caranya? Bisa dimulai dengan mengkondisikan lingkungan sekitar kita. Bergaul dengan teman-teman yang mampu mengingat-kan kita saat lengah, memperdalam Islam melalui kajian rutin, ber- taqarrub ilallah dengan ibadah wajib dan sunnah, serta berdoa agar Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk tetep stay tune dengan aturan-Nya sampai ajal menjemput.

Tak lupa juga untuk gencar berdakwah demi tegaknya khilafah yang akan melindungi Islam dan kaum Muslim di seluruh dunia dari makar musuh-musuh Islam.

Oya, kini muslimah SMU kelas tiga diperbolehkan menggunakan foto berkerudung siswi SMU untuk dipajang di STTB yang sebelumnya sering jadi masalah. Kebolehan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor: 1177/C/PP/2002 yang ditandatangani Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi. ( smu-net.com , 09/02/2004).

Buat remaja muslimah, “Maju terus pan-tang mundur!” Serukan dengan lantang: “Islam agamaku, Jilbab identitasku!” [hafidz]

INDONESIA KU SAYANG, indonesia ku malang

Pernahkah kita merenungi tentang negara kita ini, peranan sejarah bagi kemajuan bangsa kita dan pengaruhnya pada masa sekarang ini?. Sejauh mana dan bagaimana pula pemahaman kita tentang realita budaya dimata masyarakat, khususnya para pemuda sebagai kaum yang dipercaya untuk memajukan bangsa ini?. Indonesia adalah sebuah negara yang besar, negara yang terkenal akan sejarahnya dan juga negara yang dikenal sebagai negara yang memilki ragam budaya. Ya “Negara yang terkenal akan budayanya”. Begitulah pandangan dunia pada negara kita ini, lantas bagaimana dengan pandangan penduduk lokal sendiri, masyarakat Indonesia, khususnya dari sudut pandang para pemuda dengan realita yang terjadi di dalam masyarakat?.
Sama dengan persepsi masyarakat pada umumnya, begitu pula dengan pandangan negara lain. “Budaya ya budaya “, kebiasaan yang telah ada dalam masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus sesuai dengan kondisi dan waktu yang telah ditentukan, baik berupa tuntutan maupun suatu kewajiban yang dilakukan dalam suatu masyarakat tertentu. Indonesia patut bersyukur dan berbangga diri akan budayanya yang beraneka ragam, selain dari nuansa alamnya yang senantiasa menyajikan panorama yang memukau. Budaya juga salah satu hal yang patut diperhitungkan dalam memikat warga asing untuk berkunjung ke Indonesia.
Beberapa dari budaya yang ada di Indonesia telah mengalami sedikit perubahan, beberapa diantaranya dimodifikasi menjadi budaya yang lebih menarik, yang disesuikan dengan situasi dan kondisi yang ada sekarang tapi tetap tidak meninggalkan pesan yang dimaksud dalam budaya tersebut. Beberapa diantaranya juga masih ada yang tetap mempertahankan budaya mereka sesuai dengan apa yang diajarkan oleh orang-orang mereka terdahulu. Seiring dengan berjalannya waktu budaya terus mengalami perubahan. Budaya-budaya baru bermunculan dan perlahan-lahan budaya lama ditinggalkan, bahkan budaya telah mulai diartikan dan diperuntukkan untuk hal-hal lain. Salah satunya ialah kebiasaan masyarakat yang sedang hangat dibicarakan belakangan ini. Ya apalagi kalau bukan korupsi. Memang benar kata korupsi merupakan kata yang tidak asing lagi di telinga kita, bahkan mungkin kita telah bosan mendengarnya. Tidak usah menyeberang ke pulau lain untuk mencari contohnya. Korupsi bisa saja terjadi di daerah kita sendiri atau mungkin di lingkungan sekitar tempat kita tinggal, atau bahkan kita sendiri pernah melakukan korupsi. Pernahkah anda korupsi?, cobalah untuk menjawab. Hanya ada ya atau tidak. Kalau tidak, coba pikirkan lagi.
Sadar atau tanpa kita sadari korupsi telah ada di sekitar kita, bahkan bisa saja tanpa kita sadari atau bahkan kita sadari pula korupsi telah ada dalam kehidupan kita. Banyak paradigma-paradigma keliru yang telah berkembang di dalam masyarakat. “Temanku bisa korupsi, aku juga pasti bisa, jangan mau kalah” atau “Sedekah rajin, korupsi lebih banyak” atau bahkan “Mencuri sedikit menjadi penjahat, mencuri banyak menjadi penguasa”. Jangan sampai paradigma seperti ini bersarang di otak kita dan menjadi pedoman dalam menjalani pekerjaan kita sehari-hari. Mesti kita sadari pula bahwa anggapan-anggapan seperti itulah yang menyebabkan orang-orang cenderung tak mau kalah dalam memperkaya diri sendiri. Seakan tidak mau ketinggalan orang-orang menjadikan praktek korupsi sebagai sarana perlombaan yang tidak mau kalah dengan yang lainnya. Inilah budaya kita. Budaya masyarakat Indonesia. Budaya tidak mau kalah untuk memperkaya diri sendiri, mengikuti orang-orang terdahulu yang pernah melakukannya. Sungguh disayangkan negara Indonesia kaya, namun sayangnya miskin.
“Jayalah Indonesia”, apakah perkataan seperti ini memberi motivasi untuk kita bangkit atau malah kita hanya muak mendengarkannya, apalagi bila perkataan tersebut diteriakkan oleh orang-orang munafik?. Satu lagi, hal yang kini mulai hilang jati dirinya di mata masyarakat. Hukum. Mendengarkan kata tersebut, setiap orang pasti bisa menjabarkannya sesuai dengan realita hukum yang terjadi di negara kita yang tercinta ini, negara Indonesia. Kita pasti pernah mendengarkan ungkapan “Indonesia adalah negara hukum, namun sayang hukum Indonesia................”, kita pasti bisa menebak apa lanjutannya. Hukum di Indonesia tidak lagi dipandang sebagai tempat untuk mendapatkan suatu keadilan, hukum di Indonesia di pandang sebagai sarana bisnis untuk mendulang keuntungan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada. Hukum hanya untuk kaum konglomerat. Bagaimana pun caranya masyarakat golongan menengah kebawah selalu menghindari yang namanya jalur hukum, sebisa mungkin mereka lebih memilih mengalah dari pada hanya menambah parah keadaan, yang ujung-ujungnya merugikan mereka sendiri. Kasus suap pun tak dapat dihindari, wajah wajah orang menahan tangis diabaikan, yang ada hanya skenario sandiwara yang dijalankan, jalur hukum hanyalah formalitas belaka. Anggapan seperti inilah yang telah membudaya didalam masyarakat, penyimpangan pelaksanaan hukum oleh penegak hukum dianggap wajar apabila uang sudah angkat bicara. Hukum adalah tonggak keadilan untuk kaum melarat, bukan hiburan untuk kaum konglomerat. Kalau hukum Indonesia telah rusak, maka dimana lagi kita akan meminta keadilan?, suka tidak suka, inilah Indonesia, negara kita tercinta, dan kita ada didalamnya.


Sekarang bukan saatnya merasa muak dengan budaya yang ada di negara kita Indonesia, masih banyak lagi budaya-budaya baru yang sedang berkembang. Kini, budaya yang mungkin mencakup semua budaya-budaya baru yang bermunculan yaitu Budaya UUD (Ujung-ujungnya Duit). Banyak contoh yang dapat kita temukan dari pernyataan tersebut. Salah satunya seorang polisi yang sedang menilang seorang pengendara sepeda motor, pengendara sepeda motor dimintai surat-surat kelengkapan berkendara, jika tidak ada, yakinlah bahwa tidak lama lagi kita pasti akan mengeluarkan uang untuk damai. Bagaimana kalau ada, jangan senang dulu, polisi punya banyak alasan, ada-ada saja yang dibuatnya, ujung-ujungnya yang penting duit. Apabila tujuannya sudah tercapai barulah segalanya lancar. Seorang polisi bukan hanya dinilai oleh atasannya, tapi masyarakatlah sebagai kritikus utama bagi para polisi. Inilah yang menjadi budaya dalam masyarakat, pandangan bahwa segala sesuatunya pasti ujung-ujungnya duit, maka jangan heran apabila dalam kehidupan tak jarang kita temui masyarakat tidak pernah mau berkompromi, tapi uanglah yang berbicara. Anggapan bahwa peraturan atau ketentuan yang ada hanyalah formalitas belaka telah merebak di sekitar kita. Hal ini sering mewarnai dunia pendidikan tanah air yang sengaja dipersulit hanya untuk satu tujuan, yaitu membuat orang terpaksa untuk membuktikan kemampuan diri dengan uang bukan lewat tes kemampuan yang sesungguhnya. Kalau sudah seperti ini, bagaimana dengan masyarakat yang mampu dalam hal teori, namun tidak mampu dalam hal materi?. Maka tentu saja pendidikan yang selama ini didapatkannya dengan susah payah tidak akan ada gunanya. Inilah Indonesia, negara yang kita banggakan.
Masikah kita bangga akan negara kita ini?, tidak ada pilihan lain, selain tentu saja ya. Hanya itulah satu-satunya pilhan, mengatakan tidak hanya memperburuk keadaan, namun apabila dalam kenyataannya ternyata banyak yang mengatakan tidak, berarti itu juga sebuah budaya, yaitu budaya kreatif dalam mencelah. Mengapa demikan?, ketahuilah masyarakat cenderung menghina negaranya sendiri apabila mendengarkan hal-hal yang kurang baik akan negaranya atau bahkan daerahnya sendiri, bahkan oleh masyarakat tertentu hal yang kurang baik tersebut sering dijadikan sebagai bahan lelucon. Ini sebuah fakta, masih berkaitan dengan contoh diatas tentang seorang pengendara sepeda motor yang ditilang dan ia kemudian menceritakannya pada temannya. Dia bertanya pada temannya, kurang lebih seperti ini “Apa bedanya polisi orang jawa dengan polisi yang orang Makassar?” kebetulan dia orang Makassar, lantas temannya menjawab “Tidak tahu” ia pun menjelaskannya perlahan “Kalau polisinya orang Jawa pasti basa-basi dulu meminta SIM, STNK dan segala macam, tapi kalau polisinya orang Makassar, dia tidak suka basa-basi pasti dia langsung bilang, berapa uang yang kau punya”, lantas dia bertanya kembali “Apa persamaannya polisi Jawa dengan polisi Makassar” temannya langsung menjawab “Sama-sama cari duit” setelah itu mereka tertawa bersama-sama. Hal ini tidak dapat kita hindari, budaya seperti ini memang sering melanda masyarakat Indonesia yang hanya dapat mencela tapi tidak ada kemauan untuk mengubahnya, mereka cenderung membiarkannya berlalu begitu saja menganggap sepeleh hal tersebut. Mengapa demikian?, hal itu disebabkan karena hal tersebut sudah dianggap sebagai budaya yang sulit untuk dihilangkan.
Sama halnya dengan seorang penulis artikel atau pun esai yang menulis mengenai keburukan suatu negara atau apapun yang berkaiatan dengan penyimpangan , mereka hanya dapat menulis dan beropini yang terkadang berlebihan tanpa ada tindakan yang nyata untuk merubahnya. Namun apabila anda berpikiran seperti itu, anda salah besar. Sebelum saya menjelaskan mengapa bisa demikian?, izinkanlah saya sedikit mencela dengan cara sedikit mengubah lagu Mars Pancasila karangan Sudarnoto
Garuda Pancasila
Dimanakah pendukungmu?
Patriot proklamasi
Tak mau berkorban untukmu
Pancasila dasarnya apa?
Rakyat adil makmur katanya
Pribadi bangsaku
Tidak maju, maju
Tidak maju, maju
Tidak maju, maju
Nah bagaimanakah perasaan anda apabila mendengarkan seseorang menyanyikan lagu Mars Pancasila seperti itu?, tentu saja emosi dan apabila anda juga termasuk orang yang langsung emosi apabila mendengar lagu yang seperti itu, berarti anda termasuk dari salah satu orang yang mengembangkan budaya cepat marah atau emosian. Mengapa demikian?, hal itu disebabkan karena masyarakat cenderung memandang sebelah mata hal tersebut. Lagu tersebut semata-mata bertujuan untuk membuka seluruh mata masyarakat Indonesia agar menyadari sudah seperti apa negara kita ini, sekaligus seruan untuk menggunakan tenaganya bukan untuk melakukan tindakan anarkis melainkan menggunakan tenaganya untuk berusaha agar memperbaiki nasib negaranya tercinta dengan semampunya. Seperti itulah hakikatnya tujuan dari seorang penulis, bukan sekedar beropini belaka, tanpa ada maksud yang ingin diungkapkan.
Terdapat sebuah fakta nyata, yang mungkin hanya beberapa orang yang menyadarinya. Masih ingatkah kita dengan kampanye pemilihan Presiden periode 2010-2015 lalu. Waktu itu seorang calon Presiden yang berasal dari sebuah daerah yang bisa dibilang orang yang mengundang kontroversi apabila menjadi Presiden, anggap saja nama daerah itu adalah daerah X. Nah letak permasalahannya adalah ada seorang yang terlahir dari daerah X, tapi ia mendukung calon lain dan bahkan menghina calon dari daerahnya sendiri, kurang lebih ia mengatakan seperti ini “Orang dari daerah X bukan saatnya untuk menjadi seorang presiden”. Terang saja perkataan tersebut membuat orang dari daerah X tersinggung dan mencap orang tersebut sebagai pengkhianat, dan juga membakar poster dan baliho orang tersebut. Namun ternyata berawal dari hinaan tersebut jumlah suara di daerah X tersebut untuk calon Presiden yang dimaksud meningkat dari yang sebelumnya diperkirakan. Bagi orang yang berpikiran positif pasti mengganggap hinaan tersebut sebagai motivasi untuk memilih calon yang dihina, tapi bagi mereka yang telah membakar poster serta baliho dan mencap orang tersebut sebagai pengkhianat, orang-orang tersebut merupakan orang-orang yang mengembangkan budaya Indonesia, budaya anarkis, apa-apa diselesaikan dengan kekerasan tanpa ada pikir panjang, bisanya hanya menghina. Budaya inilah yang kebanyakan dianut oleh masyarakat Indonesia. Maka jangan heran jika akhir-akhir ini sering terjadi kerusuhan, itu semua disebabkan karena masyarakat Indonesia tidak menyadari bahwa mereka telah mengembangkan budaya yang tidak semestinya dilakukan. Pada kenyataannya inilah negara kita, negara Republik Indonesia. Indonesiaku sayang, Indonesiaku malang.

Senin, 13 April 2009

Seseorang

Buat seseorang......
Yang pernah datang
meraih segala angan
menggenggam s'mua yang terindah
lalu pergi dengan satu kenangan

Tiada kata.....
yang bisa terucap
saat s'mua itu tiba
yang ada hanya tanya,MENGAPA.....?

Mengapa.....?
aku,kau,kita
yang harus mengalami semua ini
sedangkan seisi alam pun tau
betapa putihnya rasa ini.
Dengan puisi....

Dengan puisi aku bernyanyi sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta berbatas cakrawala

Dengan puisi aku mengenang keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis jarum waktu bila kejar mengiri

Dengan puisi aku memutih nafas jalan yang busuk
Dengan puisi aku berdoa perkenankanlah kiranya
Dalam diamku ada rindu..

Di tepian hati kutulis rindu dalam diam,
Menguraikan bait demi bait...
Lalu bebas masuk dalam cintamu yanpa tanya dan ragu lagi..
Untuk apa ku ingkari nurani...
Kebersamaan dan kedekatan yang kita jalan...
Telah menumbuhkan binar-binar rindu stiap kita tak bertemu...
Apa yang tersisa dari perjalanan kita selama ini..??
Selain kangen dan rindu yang terus berontak dari kedalamanya...
Aku tersudut seorang diri,
Kupandangi langit yang luas tak terbatas...
Kuraba hati kembali,
Mengukur kangen dan rindu yang hinggap...
Untukmu...
Tirai-Tirai Cinta
Segala cerita tentangmu masih tertinggal di jiwaku...
Mengendap keras dalam lelahnya pengembaraanku,
Sungguh...
Terlalu berat memikul beban rindu ini,
Andai kau tahu itu...
Terlalu indah melewatkan setiap gelisah yang hadir,
Setiap rindu yang mengetuk” di balik temaram senja...
Dan setiap cinta yang mengalir di hembusan nafas...
Di balik Tirai-Tirai Cinta...
KENAPA DENGAN AKU..

Kenapa dengan aku
saat ini masih merindu
kenapa dengan aku
bila sunyi terbayang wajahmu
kenapa dengan aku
saat aku perlu..ku ingin kan mu
kenapa dengan aku
merintih sayu...harap kau di sisiku
kenapa dengan aku
walau rasa begitu..masih lagi menanti...
diri mu di sisi ku